Mohon tunggu...
Mimbar Puan
Mimbar Puan Mohon Tunggu... Lainnya - Komunitas

Komunitas Mimbar Puan adalah komunitas independen yang bergerak di bidang isu perempuan dan anak yang referensinya bersumber dari Al-Qur'an dan Hadist.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Baitul Maqdis Part 2

19 Juli 2024   13:10 Diperbarui: 19 Juli 2024   13:10 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEJARAH BAITUL MAQDIS PART II

Perang Salib tidak terhenti pada jatuhnya Baitul Maqdis jatuh ke umat nasrani. Pada tahun 1144, Islam dibawah pimpinan Nuruddin Zanki berupaya merebut kembali Baitul Maqdis dari kekangan umat nasrani. Umat nasrani pun tidak berdiam diri, mereka beberapa kali menyusun strategi untuk merebut kembali Yerusalem dari umat islam yang dimana dilancarkan oleh Ricardd the Lionheart. Inggis bersekutu dengan Philipp August (Prancis) dan Barbarossa (Jerman). Namun, peperangan ini harus berakhir dengan perjanjian damai yang berisi dua poin yaitu Yerusalem (Baitul Maqdis) berada ditangan umat islam namun umat kristen bebas berziarah dan Kota Akka diberikan kepada umat nasrani.

Umat islam tidak tinggal diam begitu saja. Perjuangan untuk merebut kembali Baitul Maqdis dilanjutkan oleh sosok yang bernama Salahuddin Al-Ayyubi. Salahuddin Al-Ayyubi merupakan seorang jenderal dan pejuang islam yang berasal dari Tikrit, saat ini wilayah tersebut berada disebelah utara Irak. Pada tahun 1164, ia dikirim oleh penguasa Damaskus pada saat itu yang bernama Nuruddin Zanki ke Mesir untuk membantu Dinasti Fatimiyah melawan serangan tentara Salib. Ketika posis Dinasti Fatimiyah melemah, Salahuddin menggantikannya dengan mendirikan Dinasti Ayyubiyah pada 1171. Dengan kekuatan yang dimiliki Salahuddin mewujudkan cita-cita Nuruddin Zanki untuk melancarkan perlawanan kepada tentara Salib.

Pada 4 Juli 1187, pasukan Tentara Salib terbesar yang pernah ada dikalahkan dalam pertempuran Hattin atau Perang Hittin. Salahuddin kemudian memerintahkan pasukannya untuk merebut Pantai Levantine yang saat itu terdapat benteng-benteng tentara Salib. Selain itu, Salahuddin berupaya menguasai wilayah pesisir pantai Syam yang menjadi jalur datangnya bantuan dari Barat. Salahuddin juga menaklukkan daerah sekitar Syam seperti Darum, Ramlah, Gaza, Bethlehem serta Natrun untuk memblokade dan mengepung Baitul Maqdis.

Salahuddin memobilisasi pasukannya untuk mengepung Baitul Maqdis. Pengepungan dilakukan oleh sekitar 60.000 tentara Muslim. Salahudding jua bertemu dengan delegasi dari kota diluar Ascalon dan menawarkan syarat-syarat penyerahan diri. Salah satu penawaran Salahuddin yaitu penduduk kota dapat mengambil semua harta benda mereka dan meninggalkan kota dibawah perlindungan tentara Ayyubiyah. Namun, negosiasi yang dilakukan nihil, para delegasi tersebut menolak semua tawaran yang diberikan. Maka, Salahuddin mengerahkan pasukannya untuk mulai menyerang tembok kota.

Setelah 12 hari pengepungan, Salahuddin membebaskan Baitul Maqdis pada Jumat, 27 Rajab 583 H atau bertepatan dengan 2 Oktober 1187. Saat itu, utusan Tentara Salib menyatakan menyerah karena mengaku tidak mampu lagi menahan serangan. Salahuddin menerima penyerahan diri tersebut dengan syarat yaitu Tentara Salib di Baitul Maqdis harus menjadi tawanan perang, tetapi dapat ditebus atau bilak tidak diperbudak. Lalu, 7.000 orang miskin harus dibebaskan dengan imbalan 30.000 dinar emas dari perbendaharaan kota dari uang yang dikirimkan oleh Raja Henry II dari Inggris.

Mereka diberi waktu 40 hari untuk mengurus uang tebusan tersebut. Namun, pada akhirnya mereka mengabaikan begitu saja. Adapun Salahuddin mengumumkan bahwa semua orang lanjut usia dibebaskan dan mengizinkan semua perempuan bangsawan meninggalkan kota tanpa uang tebusan. Hal tersebut dilakukan Salahuddin untuk menjaga kesucian Baitul Maqdis sebagai kota yang suci. Walaupun sekitar 15.000 orang menjadi budak, Salahuddin tetap menepati janjinya yaitu merebut Baitul Maqdis tanpa pertumpahan darah. Baitul Maqdis sangat dijaga kesuciannya oleh umat muslim termasuk pemimpin umat muslim kala itu. Terakhir yang menjaga tanah para nabi tersebut yaitu Sultan Abdul Hamid, beliau merupakan pemimpin pada masa kekhilafahan Utsmani. 

Pada masa kekhilafahan Utsmani, tanah para nabi tersebut hendak dibeli oleh zionis Israel yang diwakili oleh Theodore Herzl, namun khalifah pada saat itu yaitu sultan abdul hamid dengan tegas menolak hal itu, beliau menyatakan bahwa tanah Palestina merupakan milik umat muslim, selama khilafah masih ada jangan berharap tanah Palestina itu dibiarkan begitu saja. Bagaimana tanah para nabi tersebut sangat dijaga yang saat ini dilanjutkan perjuangan itu oleh warga Palestina. Maka, jangan biarkan Warga Palestina berjuang sendirian, kita adalah umat  yang satu, umat muslim di seluruh dunia adalah saudara . Bumi Palestina milik kita bersama, maka sudah seharusnya kita berjuang bersama untuk merebut kembali tanah para nabi tersebut.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun