Sejak konflik sudan memanas pada April 2023 lalu yang mempertemukan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF), CRS – sebuah badan independen yang menjamin hak dan perlindungan anak di seluruh dunia telah mendokumentasikan serangkain kekejaman.
Terdapat laporan yang mengkhawatirkan terhadap pemerkosaan warga sipil, termasuk anak-anak, penolakan akses kemanusiaan yang berdampak pada akses anak-anak terhadap kebutuhan dasar, dan pelanggaran hak-hak ekonomi dan sosial anak-anak. (UN, 03/24)
Dalam laporan CRC disebutkan bahwa terjadinya peningkatan tajam jumlah anak-anak yang terbunuh atau menjadi korban kekerasan seksual sebagai senjata perang dibandingkan tahun sebelumnya. Anak-anak mempunyai risiko yang lebih tinggi mengingat meluasnya perekrutan anak-anak dengan senjata, khususnya di Darfur dan wilayah lain.
Belum lagi sekolah-sekolah di seluruh negeri telah dihancurkan atau setidaknya 170 kampus diubah menjadi tempat penampungan darurat, sehingga membahayakan hak anak-anak atas pendidikan selama bertahun-tahun yang akan datang dan membuat mereka terpapar akan resiko eksploitasi seksual dan perdagangan manusia.
Kondisi yang memprihatinkan ini juga mengakibatkan kekurangan makanan serta air minum bersih, UNICEF menemukan 3,7 juta anak mengalami kekurangan gizi akut, termasuk 730.000 anak mengalami kekurangan gizi akut parah. Serta yang memperburuk situasi adalah dua pertiga warga Sudan tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan setelah 70-80% rumah sakit berhenti beroperasi karena kekurangan pasokan medis, termasuk obat-obatan penyelamat nyawa.
Berdasarkan fakta dan data yang telah dipaparkan, konflik dan perang tersebut telah mengakibatkan penderitaan bagi semua. Perempuan dan anak-anak khususnya yang paling dirugikan. Atas hal ini pula membuktikan bahwa dunia semakin tidak aman bagi perempuan dan anak-anak.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H