Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tertegun Pasrah

18 April 2017   04:47 Diperbarui: 18 April 2017   05:06 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berteduh di sini. Di sela sela kekar tubuh meranti. Lebih tepat lagi, sisa sisa tubuh meranti. Terkoyak sejak dari tajuk, hingga daunnya yang meranggas mati.

Bergelimpangan pula jenazah angsana dan puspa. Tergeletak tak berdaya. Terhempas oleh nestapa yang disengaja. Terberangus di usia muda. Mampus tersia sia.

Sungai meluapkan amarah. Saat jejak hujan tak bisa lagi berpegangan pada akar akar tanah. Tumpah ruah menghapus desa dan rumah rumah. Hanyutkan sekawanan manusia tak bersalah. Bumiku berdarah darah.

Hingga tiba terik mencuci permukaan yang berarang hitam. Menciptakan asap tebal bergulung gulung kelam. Api berkobar dari setiap sudut ketiak alam. Membakar habis sisa sisa ranting gelam.

Mengusir paksa segerombolan owa dan sepasang harimau sumatera. Pergi ke tanah tak bertuan yang penuh marabahaya.

Hujan marah. Terik marah. Alam pun hanya terdiam pasrah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun