Ketakutan memenuhi udara. Â Ketika dulu kau meraungkan kelaparan di dalam rimba. Â Kengerian menjejak bumi. Â Waktu kau perlihatkan sebaris tajam gigi. Â Langkahmu memang gontai. Tapi itu seperti kematian sedang melambai.
Kau penguasa tanpa singgasana. Â Kau raja diraja tanpa tahta. Â Kau penghulu kekaisaran tanpa hamba sahaya. Â Kau benar benar panglima, tanpa prajurit yang berdiri paling muka.
Tetap saja, kau ditelan bulat bulat oleh jaman. Â Benar saja, kau mesti rela dianak tirikan oleh kekejaman. Â Kau tergilas, tajam pedang dan peluru perburuan. Â Kau terlindas, perjalanan nasib dan ketamakan.
Pengadilan manusia memutuskan; kau harus menyerah dan kalah. Â Sekarang, kau hanya menjadi sepenggal kisah. Â Jejak kerajaanmu, musnah tanpa gerabah. Â Lorengmu, tinggal sketsa patah patah. Aumanmu, adalah sejarah yang punah.
Jakarta, 16 April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H