Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sekotak Nasi yang Tertinggal

15 April 2017   02:48 Diperbarui: 15 April 2017   11:00 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di bangku sudut stasiun Palmerah.  Tergeletak rebah tak ada yang menjamah.  Seseorang telah meninggalkannya dengan sengaja atau mungkin sekedar terlupa.  Sekotak nasi itu masih utuh.  Dengan ikatan karet gelang masih belum tersentuh.  Sepasang mata menatap gemetar.  Kotak itu bisa menyelamatkan tubuhnya yang nyaris terkapar.  Seorang gelandangan tua dua hari menahan lapar.

Sepasang mata lain memandang penuh harap.  Mata coklat yang tinggal segaris gelap.  Hanya saja dia harus menunggu sejenak.  Kastanya ditakdirkan serendah semak semak.  Dia tidak takut berebut.  Tapi itu sama saja dengan mendatangkan lecutan pecut.  Dia hanya seekor anjing penakut.

Mereka berdua tidak menyadari, ada sepasang mata licik mengintip, dari balik peron yang terjepit.  Menunggu kesempatan dalam sempit.  Banyak temannya bisa membantu mencuri. Kelihaian mereka yang luar biasa sudah cukup teruji.  Kawanan tikus got dengan sedikit nyali tapi dipenuhi dengki.

Semuanya saling menanti.  Saling curiga saling mengiri.  Waspada, tak mau sedikitpun terdahului.

Serentak semuanya tersentak mengundurkan diri.  Sepasang tangan bersih rapi.  Berwajah tampan dan berdasi.  Ulurkan tangan secepat sulutan api.  Menyambar kotak nasi sembari tersenyum geli.

Sekotak nasi yang tertinggal.  Mengenyangkan perut perut mahal.  Sungguh sebuah dunia tak masuk akal....

Jakarta, 15 April 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun