Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perhitungan Neraca; Hati dan Jiwa

6 April 2017   23:20 Diperbarui: 7 April 2017   07:00 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Adalah jiwa terkepung kesunyian, dan mencoba mempertahankan diri dengan menabuh tetabuhan, yang berasal dari riuhnya gamelan dari segala kegelisahan.  Berkumpul dan bersiap menyerbu tanpa ragu.  Saat kau lengah melafalkan kalimat kalimat pembuka rindu. 

Untuk sementara, percayakan pertahanan jiwamu, pada kekuatan yang dilahirkan oleh keangkuhan.  Memang tak akan bertahan lama. Percayalah,  angkuh itu rapuh. 

Berikutnya, yakinkan hatimu untuk mempersenjatai diri.  Dengan remah remah yang terkumpul dari kelembutan dan kepedulian.  Pada paruh prenjak yang terkunci karena lupa kata merdu.  Pada cicit anak ayam yang baru saja membuat retak cangkang telurnya.  Pada seringai serigala yang putus asa karena kehilangan mangsa, padahal selusin anaknya sedang menganga mengecap udara. 

Jiwa yang terlalu ramai.  Sulit dibedakan dengan hati yang terlalu sunyi.  Keduanya diikat oleh jam pasir yang berdesir.  Bagian satu terisi, bagian lain terkurangi.  Kau pangkas ramaimu, maka tumbuhlah sepimu.  Kau isi penuh jiwamu, maka kosonglah hatimu.

Jakarta, 6 April 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun