Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pancasila Bukan Berhala

1 Juni 2017   20:26 Diperbarui: 1 Juni 2017   22:44 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku sedang memindai langit sore. Sambil menunggu senja itu meluruhkan diri. Dan petang mengirimkan suara adzan magrib. Sehingga aku bisa meminum air. Sebagiannya aku semburkan untuk membentuk pelangi. Mengiringi lahirmu yang berulangkali. Di negeri ini.

Lima deret filosofi bergaung berulang ulang. Seperti tabuh bedug mengetuk pintu pintu pertiwi. Membangunkan yang terlelap. Menuntun yang menggelap. Ada harga yang dipertaruhkan. Jika pertengkaran terus saja dilanjutkan.

Pancasila bukan pancasona. Mati lalu hidup kembali begitu menyentuh tanah. Pancasila tidak perlu mati. Karena jasadnya bisa menghancurkan tanah ini. Menjadi serpih serpih malapetaka. Bangsa tak lagi berjiwa.

Pancasila bukanlah penghambaan pada kata. Bukan juga pemberhalaan simbol atau lambang belaka. Bukan juga menyekutukan Tuhan. Karena Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan Berhaji tidaklah tergantikan.

Bogor, 1 Juni 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun