Saat sisa lilinku yang terakhir padam. Â Gelap seolah olah mau menerkam. Â Buru buru aku meraih tirai jendela. Mau minta tolong pada bulan. Â Berbagi cahayanya sedikit kesini. Â
Aku terperanjat. Â Rumah ini tak berjendela! Â Aku terjebak!
Seketika aku meraba raba. Â Berharap ada pegangan pintu, supaya terang bisa menganga secepatnya.
Aku menemukan api! Â Rumah terang benderang! Atapnya terbang entah kemana. Â Sinar matahari menyeruak. Â Memantulkan seribu prasasti tentang cinta.
Aku biarkan apiku. Â Menyalakan terang dalam hatiku. Â Menunggu gerimis datang. Â Kirimkan kelembutan remah remah air. Sejukkan tumpahan keringatku yang deras mengalir. Â
Jakarta, 5 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H