Malam. Gelap yang terkadang memberikan terang. Â Bagi lampu lampu di pojokan jalan yang menunduk mencari serangga. Â Sering pula menerbitkan pekat yang menghantui hati. Â Tapi itu adalah tugasnya. Â Mengadili siang yang tak boleh bertahta semaunya.
Cangkir. Â Wadah bisu tempat bergumulnya kisah. Â Keinginan dan ketidaktahuan menjadi kesatuan. Â Berdenting lirih atau berdentang gamang. Â Bagi tangan tangan yang menjamah sekuat raksasa, selemah para nestapa.Â
Hitam. Â Mengaduk rasa pahit yang dituang bersama senyuman melati. Â Secepat kilat melarutkan malam yang pekat. Â Ke dalam cangkir yang disinggahi oleh banyak cerita. Â Tenggorokan ini langsung terbasahi oleh kebas. Â Pada rasa kantuk yang menyengat seperti ribuan tawon. Â Aku harus selesaikan kisah ini. Â Atau aku akan terperangkap selamanya dalam kerangkeng bernama tempurung.
Manis. Â Adalah rasa yang memberontak terhadap pahit. Â Hulubalangnya adalah sekawanan gula. Â Panglimanya adalah senyumanmu yang tulus dan penuh cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H