Ruangan yang temaram. Â Hawa seduhan kopi menguar menusuk penciuman. Â Seekor kupu kupu sepertinya kemalaman. Â Hinggap di pojokan tak bisa kemana mana. Â Salah alamat salah sasaran. Â Wangi kopi ini tadi dikiranya ada di perkebunan. Â Dia sangat menyukai bunga bunga kopi. Â Seingatnya beberapa saat lalu waktu dia baru dilahirkan dari kepompong, sedang musim kopi berbunga. Â Itulah kenapa tadi dia seperti ditarik oleh keajaiban. Â Pergi memasuki ruangan ini. Meski hampir saja terantuk pintu karena lalu lalang yang terjadi sungguh riuh rendah. Â Wanita wanita ber-hak tinggi, namun roknya kelewat rendah. Â Kupu kupu itu mendesah resah. Â Maunya dia menggeleng gelengkan kepala. Â Namun sayapnya lah yang malah bergerak gerak gelisah.
Kupu kupu itu tersedak. Â Asap tebal terbungkuk bungkuk memasuki ruangan. Â Mencapai tenggorokannya yang masih menikmati aroma kopi. Â Ah, dia harus pergi. Â Tempat ini mulai tak nyaman lagi. Â Tapi ini tengah malam. Â Dia takut tidak bisa menemukan jalan pulang. Â Dia hanya mengenal satu penunjuk jalan. Â Siang yang terang benderang.
Asap itu mulai mengganggu kesadarannya. Â Pikirannya melayang tidak sejalan dengan gerak sayapnya. Â Itu tadi bukan asap biasa. Â Kenapa aku sekarang berpikir tentang kupu kupu betina? Â Pikir sang kupu kupu mulai mengada ada. Â Dia mencoba mencapai pintu yang setengah terbuka. Â Hanya sampai di pertengahan, dia merasa mulai menghilang muksa. Â Menabrak lampu yang tergantung dengan pongah. Â Terjatuh dengan terengah engah. Â Satu sayapnya patah. Â Tubuhnya terlipat seperti jemuran basah.Â
Sentul, 13 April 2017
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI