Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kupu-kupu Kemalaman

13 April 2017   23:44 Diperbarui: 14 April 2017   09:00 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ruangan yang temaram.  Hawa seduhan kopi menguar menusuk penciuman.  Seekor kupu kupu sepertinya kemalaman.  Hinggap di pojokan tak bisa kemana mana.  Salah alamat salah sasaran.  Wangi kopi ini tadi dikiranya ada di perkebunan.  Dia sangat menyukai bunga bunga kopi.  Seingatnya beberapa saat lalu waktu dia baru dilahirkan dari kepompong, sedang musim kopi berbunga.  Itulah kenapa tadi dia seperti ditarik oleh keajaiban.  Pergi memasuki ruangan ini. Meski hampir saja terantuk pintu karena lalu lalang yang terjadi sungguh riuh rendah.  Wanita wanita ber-hak tinggi, namun roknya kelewat rendah.  Kupu kupu itu mendesah resah.  Maunya dia menggeleng gelengkan kepala.  Namun sayapnya lah yang malah bergerak gerak gelisah.

Kupu kupu itu tersedak.  Asap tebal terbungkuk bungkuk memasuki ruangan.  Mencapai tenggorokannya yang masih menikmati aroma kopi.  Ah, dia harus pergi.  Tempat ini mulai tak nyaman lagi.  Tapi ini tengah malam.  Dia takut tidak bisa menemukan jalan pulang.  Dia hanya mengenal satu penunjuk jalan.  Siang yang terang benderang.

Asap itu mulai mengganggu kesadarannya.  Pikirannya melayang tidak sejalan dengan gerak sayapnya.  Itu tadi bukan asap biasa.  Kenapa aku sekarang berpikir tentang kupu kupu betina?  Pikir sang kupu kupu mulai mengada ada.  Dia mencoba mencapai pintu yang setengah terbuka.  Hanya sampai di pertengahan, dia merasa mulai menghilang muksa.  Menabrak lampu yang tergantung dengan pongah.  Terjatuh dengan terengah engah.  Satu sayapnya patah.  Tubuhnya terlipat seperti jemuran basah. 

Sentul, 13 April 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun