Bagaimana siang dulu mencaci. Ketika kau terpeselet menyanyikan lagu, tentang danau yang sedang jatuh sakit. Aku tahu, kau bahkan sempat berkalimat takzim;“Rindumu adalah kunang kunang dalam hatiku”.
Waktu jalan setapak bermain main. Menyesatkan kita mencapai tangga langit. Aku berkalimat padamu; “Untunglah aku bersamamu. Bisa bisa aku tersasar mencari mana awan yang tidak bercadar.”
Cintamu tak pernah terlambat. Pendulum waktu lah yang menyamunnya dari kita. Bahagia itu sederhana. Yaitu saat kau menatapku dan lupa membuang muka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H