Sebuah kidung menembus relung jiwa yang terperangkap di halaman buku. Buku yang disusun dari bab-bab kegelapan, keraguan, dan kematian.
Syair-syairnya membuatku terpekur menyusuri musim gugur. Ketika daun-daun bersicepat runtuh, dan kekuatan hati perlahan-lahan luruh.
Kidung ini dituliskan saat kalabendu belum menjadi masa lalu. Kidung ini dibuat dengan penuh khidmat agar kita bisa tidur lelap dan tak lagi menatap langit dengan gagap. Kidung ini terlarut dalam partikel udara yang mampat dan membuatnya terurai seolah badai menuju usai.
Lantas aku ikut terurai. Memanjat kerumitan demi kerumitan yang telah lama kehilangan percakapan. Menjadi angin dingin di musim dingin. Menjadi aroma rerumputan di musim penghujan. Â
Bogor, 10 Nopember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H