Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hari yang Paripurna

6 November 2020   18:45 Diperbarui: 6 November 2020   18:57 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com

Musim-musim berlaluan tanpa tercatat. Buku risalah telah penuh oleh coretan yang mampat. Sunyi dan segala rasanya saling berpagut dengan mesra. Menunggu berdamainya cuaca. Dengan apa saja yang sering disebut dengan matahari, bumi, hujan, dan canda tawa.

Kabut dan luput saling beriringan semenjak dimulainya pagi. Matahari adalah penyemai yang baik hati. Mengingatkan tentang kebenaran yang panas. Memberikan jejak-jejak yang jelas bagi para penyintas.

Bumi masih punya jutaan mimpi. Tersimpan rapi di balik dinihari. Jangan sampai dilanun oleh kekacauan. Dari pikiran-pikiran yang jungkir balik belingsatan.

Air hujan bukanlah airmata dari langit yang sedang sakit. Tapi merupakan spektrum dari manis, cuka, dan pahit. Berguguran di saat yang tepat. Ketika tanah-tanah yang retak tak lama lagi terbelah oleh udara yang mampat.

Canda tawa pecah di waktu senja. Mengaminkan kehadiran sandyakala. Ketika matahari, bumi dan hujan sama-sama menutup pertunjukan drama. Di hari yang beranjak paripurna.

6 Nopember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun