Segulung gelombang menghampiri hujan di tepi pantai yang lengang. Seperti kehadiran memento mori yang begitu tiba-tiba di waktu senggang.
Aku berdiri. Menyalakan api dari sisa-sisa mimpi. Barangkali masih ada suar yang bisa dinyalakan. Sebelum langit berikut rembulannya berangsur padam.
Seolah menciptakan filosofi. Secangkir kopi panas mengepulkan memori. Perlahan menaiki benak. Menerobos sela-sela sinapsis otak yang beronak.
Sederet embun bergelantungan seperti menampilkan pertunjukan trapeze dari mediteranian. Mengayunkan kenangan ke kiri dan ke kanan. Lalu jatuh berantakan. Di antara ritmik masa silam yang lintang pukang.
Aku merenung. Di balik bayangan mendung yang murung. Kilas balik berlompatan secepat rusa sambar di savana. Membuatku terpana. Rupanya ini adalah kisah yang sempurna. Seburuk apapun aku menduganya.
6 Nopember 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI