Aku sedang membaca buku. Halamannya terbuat dari robekan masa lalu. Banyak potongan rindu menyerpih di situ. Aku mengumpulkannya dengan hati-hati. Seperti seorang filsuf yang sedang menyusun teka-teki. Dari bab-bab yang menghidangkan filosofi.
Kerumitan yang kemudian dirangkum pada tengah malam. Ketika separuh wajah rembulan sedang padam. Sembari menyambut kedatangan angin. Dari badai ingin yang terperangkap di puncak dingin.
Aku mencermati pasal-pasal yang terus-terusan bercerita tentang kedatangan hujan, perjamuan, Â dan kepergian kenangan. Â
Kedatangan hujan di permukaan senja temaram sesungguhnya adalah kisah perjanjian terhadap musim. Dari bumi yang memenuhi janji. Dari matahari yang tak pernah mengingkari sunyi.
Perjamuan diadakan sebaik-baiknya. Melalui sajak-sajak yang syairnya mengalir semenjana. Dituliskan dengan sederhana. Lalu dibacakan secara paripurna.
Kenangan pergi setelah terlebih dahulu melambaikan badai. Kelak akan kembali, begitu hikayat telah menuju usai. Dari samar-samar masa lalu. Menuju tamsil yang membatu. Sangatlah gagu.
Bogor, 29 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H