Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi yang Koma dan Sajak yang Retak

19 Oktober 2020   18:53 Diperbarui: 19 Oktober 2020   19:03 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini puisi. Lahir dari kisi-kisi petang. Ketika jarak antara langit dan bintang berada pada titik gamang. Syair-syairnya bermelankoli. Tapi menyala karena menyimpan api.

Ini adalah sajak. Dibesarkan oleh malam yang mulai retak. Memuntahkan segenap kegelapan. Dianyam oleh udara yang bertambal-tambalan.

Puisi dan sajak ini. Menggunakan hanya dua tanda baca. Titik dan koma. Singgah di antara keheningan. Lalu berhenti di penghujung dinihari yang benar-benar kesepian.

Puisi dan sajak ini. Untuk memperingati perjalanan sepotong hari. Saat hujan menghentikan semua percakapan. Dan gerimisnya menyudahi segala macam perbincangan.

Kecuali bertukar kata dan sorot mata. Tentang dunia yang terus menerus berjuang dan bangkit dari koma. Setelah kita, juga terus-terusan menghukumnya dengan euthanasia.

Itu saja.

Bogor, 19 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun