Semerbak aroma hujan menyergap rerumputan. Sore ini, ketika sandyakalaning ratri menutup hari dengan rapi.
Cemara dan Kamboja saling bertukar cerita. Seperti apa takdir perbukitan dan kuburan. Saat menumbuhkan pepohonan dan juga batu nisan.
Langit tidak semurung wajah para perundung. Kapas-kapas berjatuhan seperti musim salju. Berkas-berkas dibuka kembali dari arsip masa lalu.
Kau membetulkan letak daun Anggrek Bulan. Sedangkan aku memilih memandangi petang yang sedang menuruni undak-undakan. Kemudian kita sama-sama patuh kepada kerinduan. Dengan berkhidmat pada sajak-sajak yang ditulis secara kebetulan.
Kau menutup daun jendela yang dipenuhi jejak tempias. Sedangkan aku meruangkan diriku di antara batas-batas para penyintas. Lalu kita sama-sama menghela udara di kedalaman rongga dada. Dengan merebahkan mata pada mimpi yang terbuka. Jauh di sana. Di saujana yang sama sekali tidak sederhana.
Malam melelehkan dirinya di antara nyala lilin yang redup. Menyambut kedatangan kunang-kunang. Sembari membenahi kegelapannya yang remang-remang.
Bogor, 13 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H