Menyesap segelas teh manis
di sebuah pagi yang cukup liris
aku menemukan syair-syair puisi
pada embun yang menua
pada sirip-sirip daun cemara
dan pada pokok kamboja yang kehabisan bunga
Sisa-sisa kabut luruh ke tanah
menjadi oase sederhana bagi rumput-rumput basah
ketika kekeringan mulai menari-nari
ketika jemari lunglai dihela sepi
dan ketika cahaya pertama matahari menjatuhkan serangkaian diksi
Suara lirih penjual ikan dan sayuran
merambat di udara yang berkelindan
mencapai gendang telinga nyaris tak terdengar
karena zaman sudah terlalu pengar
oleh berita-berita barbar
tentang negara yang terus dijadikan koloni
tentang para pejabat yang sebagian telah kehabisan hati
dan tentang hari-hari yang terus saja menjadi misteri
Saat senja menunjukkan raut wajah memerah
waktu lantas saja merebah
meminta pintu dan jendela untuk ditutup
karena cuaca sedang gugup
hujan menjauh
sedangkan kemarau perlahan-lahan runtuh
Ini saatnya menembang megatruh
Bogor, 13 September 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI