Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pagi Liris

13 September 2020   19:13 Diperbarui: 13 September 2020   19:16 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyesap segelas teh manis
di sebuah pagi yang cukup liris
aku menemukan syair-syair puisi
pada embun yang menua
pada sirip-sirip daun cemara
dan pada pokok kamboja yang kehabisan bunga

Sisa-sisa kabut luruh ke tanah
menjadi oase sederhana bagi rumput-rumput basah
ketika kekeringan mulai menari-nari
ketika jemari lunglai dihela sepi
dan ketika cahaya pertama matahari menjatuhkan serangkaian diksi

Suara lirih penjual ikan dan sayuran
merambat di udara yang berkelindan
mencapai gendang telinga nyaris tak terdengar
karena zaman sudah terlalu pengar
oleh berita-berita barbar
tentang negara yang terus dijadikan koloni
tentang para pejabat yang sebagian telah kehabisan hati
dan tentang hari-hari yang terus saja menjadi misteri

Saat senja menunjukkan raut wajah memerah
waktu lantas saja merebah
meminta pintu dan jendela untuk ditutup
karena cuaca sedang gugup
hujan menjauh
sedangkan kemarau perlahan-lahan runtuh

Ini saatnya menembang megatruh

Bogor, 13 September 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun