Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Matamu, Aku, dan Masa Lalu

4 September 2020   05:24 Diperbarui: 4 September 2020   05:12 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com

Matanya tersenyum seperti pagi yang ranum
bibirnya menyudutkan kesepian jauh ke negeri para penyamun
yang melanun mimpi terakhir
saat malam membuka tabir
di kegelapan lorong-lorong takdir

Kamu tersamarkan kabut
tersembunyi di sela-sela kisah kasih yang luput
kamu lantas mengembarai hutan Aokigahara
menemukan banyak cinta di sana
namun semuanya telah sirna
dihapus paripurnanya sandyakala

Matanya tetap tersenyum hangat
walau sudut mulutnya tak terlihat
dari tatapannya yang bisu
aku bisa merasakan lagu-lagu sendu
melansir syair-syair asmaradana
ketika kasih Rahwana adalah puncak dari segala kisah cinta

Kamu mulai diterbangkan sayap-sayap matahari
di sebuah panorama senja yang tak pernah kehabisan misteri
kamu lalu menyudahi bekapan masa silam
dengan cara tersenyum kepada malam

Jakarta, 3 September 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun