Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Musium Patah Hati

9 Agustus 2020   13:51 Diperbarui: 9 Agustus 2020   13:56 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesepian, bagimu adalah narasi kepedihan. Membawamu jauh ke tepi pantai tanpa buih ombak, percikan air dari sayap ikan Pari, cuitan Camar, hingga kecipak haluan.

Kau seolah terhempas di wilayah perbatasan antara waktu luang dan pikiran nyalang. Membuatmu terserak di tengah keramaian tanpa sedikitpun percakapan.

Kesepian, bagiku adalah hutan-hutan yang tersiksa dan mati merana. Kesunyian, bagiku adalah langit yang murung bermuram durja. Karena prasangka. Bukan oleh sebab usia yang beranjak senja.

Aku, memang bertempat tinggal di wilayah yang tidak dipetakan oleh pikiran dan ingatan. Menjadi seorang lelaki jalang yang seringkali mencuri cahaya rembulan. Untuk lampu baca. Saat pelita meredup karena tertimbun abu jelaga.

Jika kita sempat sama-sama bertemu rasa sepi. Maka sebaiknya kita mulai berjanji. Untuk bergegas memusiumkan segala rupa patah hati.

Bogor, 9 Agustus 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun