Aku merangkai pecahan kaca ini untukmu
tapi bukan untuk menjadi airmata
namun, sebagai kata pembuka
tentang sajak-sajak yang turun bersama hujan
lalu tumbuh serentak menjadi flamboyan
Sajak ini berbicara panjang lebar
mengenai bait-baitnya yang tertukar
dengan bayangan rembulan
di depan rumahmu
lalu mengetuk pintu dengan suara sendu
dan membawakanmu sepucuk rindu
Rembulan nun di atas sana
adalah cermin bagimu jika ingin berkaca
ada aku di sana
sedang melipat langit pertama
agar kau bisa melihat lebih jelas
purnama itu adalah simbol tegas
tentang kecantikan sang penyintas
Seperti yang kau tahu
ketika kau menghabiskan setumpuk buku
dari halaman-halaman yang dirobek masa lalu
sebenarnya adalah kenangan yang menyala
saat kau mulai menggambar ruang-ruang di kepala
dengan abstraksi cinta
namun dengan romantika yang nyata
Bogor, 29 Juli 2020
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H