Seorang lelaki, terlahir dari bejana kata
mendidih di dalamnya, seperti lava
tumbuh dan dibesarkan, oleh percakapan jalanan
berjuang melakukan pencarian
majas-majas tak bertuan
di sela-sela, lintang pukang peradaban
Lelaki itu, adalah jahanam
karena berani bersumpah
atas nama kelam
untuk terus mencuri rembulan
dari peraduan malam
lalu meletakkannya, di meja baca
untuk menerangi, buku-buku yang belum sempat dibuka
halaman terakhirnya
Lelaki itu, adalah kerusuhan
sebab berani berbincang
tentang keramaian
yang kehabisan percakapan
lalu berdiam
menyaksikan matahari tenggelam
dan lupa
berucap salam
Lelaki itu, bukan aku
karena aku masih punya rindu
sedangkan dia
adalah sepasang mata
yang kehilangan tanda baca
Lelaki itu, tentu saja aku
sebab aku, tak lagi menyamak bunga sepatu
sebagai pertanda, bersekutu dengan waktu
sedangkan dia
adalah sepasang mata
yang menemukan cinta
lalu bergegas memburunya
Bogor, 27 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H