Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Serum Sesi Recovery-Bab 25

11 Juli 2020   10:22 Diperbarui: 11 Juli 2020   10:13 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bab 24

Jenewa, 46° 12′ 23″ N, 6° 05′ 38″ E
Final Puzzle

Jadi ledakan itu? Aih, Andalas tak mau berpikir terlalu panjang. Luigi sama sekali tak bisa diduga. Permainan apa yang sedang dimainkannya?

Andalas mengajak semua kawannya memasuki lift dan menjelaskan bahwa Luigi baik-baik saja. Kejadian itu sangat mengejutkan. Untunglah mereka semua sudah turun dari mobil sebelum mobil itu meledak. Atau jangan-jangan sengaja disetting seperti itu oleh Luigi?

Malam dilalui dengan kesenyapan. Masing-masing orang tertidur dengan mimpi yang diawali dengan script berbeda tapi muaranya sama. Kota-kota di seluruh dunia menjadi tumpukan puing batu bata. Sementara di dua tempat yang terpisah, Organisasi dan OWC merayakannya bersama-sama. Dengan gegap gempita.

Ting. Cecilia tergagap bangun.

Ting kedua. Cecilia meraba-raba di mana letak X-Onenya.

Ting ketiga. Barulah Cecilia membuka gawai serbaguna itu dengan mata masih setengah terbuka.

Cecil, berita gembira! Sebuah kemajuan besar! Spektrum radiasi kosmis dan gamma di Object X telah berhasil dipisahkan dengan sempurna! Besok serum yang diinduksi dengan 2 spektrum ini akan diujicoba.

Mata Cecilia terbuka selebar-lebarnya. Ini betul-betul berita gembira!

Bagaimana dengan obyek tikus yang telah dicoba sebelumnya?

Dari 10 yang diuji, 3 mati.

Menurutmu, induksi spektrum yang terakhir ini kemungkinannya seperti apa bagi kesempurnaan serum penyembuhan Virus Es?

100%. begitu menurut Profesor Sato dan tim ilmuwannya.

Cecilia bangkit dari tidurnya. Sepenuhnya terjaga. Adrenalinnya bergolak hebat.

Lalu bagaimana dengan serum Bakteri Tropis?

Hasil ekstraksi kromosom bayi Leopard masih samar-samar. Tapi ujicoba juga sudah mulai dilakukan terhadap obyek.

Dan tingkat keberhasilannya?

Dari 10 tikus, 9 mati. 1 yang hidup hanya bisa bertahan 2 hari lalu mati.

Duh! Adrenalin Cecilia melorot lagi.

Menurut Profesor Mbutu, ini karena sample darah bayi Leopard itu terlalu lemah untuk menghasilkan kimia karbon yang tepat. Dia menduga bayi leopard ini juga merupakan hasil penularan dan bukan suspect 0.

Astaga! Harapan Cecilia kembali melambung tinggi. Sefu! Orang itu harus segera ditemukan!

Aku punya jalan keluarnya! Sampaikan ke Profesor Mbutu, kami akan membawakannya suspect zero saat kami mengunjungi Fasilitas Gobi. Aku hanya perlu bantuanmu untuk menanyakan hal ini kepada Profesor Sato dan Profesor Mbutu; apakah Suspect Zero harus dibawa dalam keadaan hidup? Karena ada juga kemungkinan bahwa dia sudah mati.

Cecilia mondar-mandir di ruang tengah sambil menunggu air mendidih. Dia perlu kopi kental tanpa gula. Segunung rencana nyaris meledak di dalam kepalanya.

Andalas yang telah beberapa saat terjaga karena mendengar bunyi mencurigakan, melirik Cecilia yang berjalan bolak-balik tanpa henti. Meskipun masih mengantuk dan ingin melanjutkan tidur dengan nyaman, apalagi setelah melihat jam dinding baru menunjukkan pukul 3 dinihari, Andalas berniat bangun dan menyapa Cecilia yang terlihat begitu khusuk dengan pikirannya.

Nyaris Andalas terjungkal dari sofa ketika sebuah suara sedikit menjerit di atas telinganya.

”Kenapa Cec? Ada yang mengganggu pikiranmu?” suara tegas dan bening Akiko. Bermaksud menyapa Cecilia sekaligus membangunkan Andalas karena mulut itu begitu dekat dengan telinganya.

”Eh, kalian sudah bangun? Ayo sini! Aku akan menunjukkan kepada kalian apa yang membuatku resah.” Cecilia membuka X-Onenya dan meletakkan di atas meja supaya Akiko dan Andalas bisa membacanya. Dia sendiri buru-buru menyeduh kopi. Dia benar-benar membutuhkan kafein!

Akiko dan Andalas saling pandang begitu selesai membaca rangkaian chat yang menghebohkan itu. Setengah dari misi mereka hampir berhasil!

Cecilia menyodorkan masing-masing segelas kopi kepada Akiko dan Andalas.

”Jadi sebelum pergi ke Fasilitas Gobi, setelah selesai urusan di Jenewa ini, kita harus terbang ke Pointe Noire lalu pergi ke pedalaman Congo Basin mencari dan menemukan Sefu.”

Andalas terperanjat. Kongo? Pikirannya langsung membayangkan 1 skuadron pesawat tempur memburu Gulfstream I-AA sepanjang perjalanan sejauh 30 jam ke Pointe Noire. Ini benar-benar perjalanan maut!

Akiko lain lagi yang berkelebat dalam benaknya. Teringat perkenalan pertama kalinya dengan Andalas setelah kejadian menegangkan di pelabuhan Pointe Noire. Perkenalan pertamanya dengan seorang pembunuh bayaran kelas wahid di dunia yang ditunjuk oleh Dokter Adli Aslan menjadi pengawal mereka. Perkenalan pertamanya dengan orang pertama yang membuatnya jatuh cinta. Astaga!

Akiko menjadi jengah dengan lamunannya sendiri. Namun seketika berubah menjadi kekesalan saat melihat ternyata Lian Xi juga sudah bangun dan menyeruput kopinya di depan Andalas di meja makan. Abazure!

Pagi terlewati dengan cepat. Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 9 tepat. Mereka yang sudah bersiap segera turun dan keluar dari hotel melalui basemen. Andalas bilang Luigi menjemput mereka di sana. Bukan di lobi.

”Syukurlah kau selamat Pak Tua!” Akiko langsung menyapa Luigi begitu masuk ke limousine lain lagi yang telah menunggu. Luigi merespon dengan anggukan dan senyuman.

Andalas yang dari semalam masih penasaran, bertanya cepat kepada Luigi.

”Siapa yang telah meledakkan Limo semalam Luigi. Aku tidak heran kau bisa selamat, tapi bagaimana nasib drivernya?”

Luigi kembali tersenyum. Kali lebih lebar.

”OWC. Orang-orang mereka lebih bodoh daripada orang-orang Organisasi. Bom itu telah dipasang di bawah body mobil semenjak aku menyewanya. Aku menjinakkannya di perjalanan menuju Bandara untuk menjemput kalian. Aku mengaktifkan lagi dan meledakkannya begitu kalian semua sudah masuk lobi hotel.”

”Lalu nasib driver sewaan itu bagaimana? Apakah dia sempat turun juga?” Akiko ikut penasaran. Kasihan membayangkan seseorang yang tidak tahu apa-apa terus menjadi collateral damage dari perjalanan panjang misi ini. Wah! Ini Andalas style! Akiko tersipu sendiri. Lelaki itu telah merasuk begitu dalam ke ruang otaknya.  

”Tentu saja drivernya selamat tak kurang suatu apa! Karena memang mobil itu sama sekali tidak ada pengendaranya. Aku telah menyuruh turun driver sewaan itu jauh sebelum menjemput kalian di bandara. Setelah itu aku menggunakan teknologi SDC. Self Driving Car.”

Andalas memandang aneh Luigi. Siapa sih orang tua ini sebenarnya?

Perbincangan dihentikan karena mereka sudah sampai di kantor SNB yang sudah buka. Luigi meminta Akiko bersiaga di balik kemudi menggantikan SDC. Dia sendiri lalu mengikuti Andalas masuk ke kantor SNB.

Seperti biasa Andalas tanpa basa basi menyebutkan kode 151-AA1414 yang didengarkan oleh Customer Service yang seperti sebelum-sebelumnya juga langsung menghubungi superiornya yang lalu mengantarkan Andalas ke dalam mengambil kotak deposit kecil.

Andalas mengucapkan terimakasih dan beranjak keluar dari kantor SNB dengan kotak di saku dalam jasnya.

Akiko menjalankan mobilnya sebentar lalu berhenti di pinggir jalan yang agak sepi karena diminta oleh Luigi. Setelah menyetel koordinat GPS lagi dan memasukkan perintah menuju sebuah tempat. Akiko mengerutkan kening melihat nama tempat tujuan mereka selanjutnya itu. Mengingat-ingat. Nama itu cukup populer.

Luigi dan semua orang duduk di kabin penumpang. Kaca pemisah kabin penumpang dan ruang kemudi dibuka sehingga Akiko yang kembali mengemudi bisa ikut melihat melalui kaca spion tengah.

Andalas membuka kotak deposit terakhir ini dengan hati berdebar. Kejutan apalagi yang telah disiapkan Dokter Adli Aslan?

Tidak ada kejutan besar. Tetap sebuah kunci. Kali ini hanya berjumlah 1 buah. Terdapat sebuah label dengan tulisan kecil pada kunci tersebut.

Semua terdiam kecuali Luigi yang tersenyum lebar. Akiko yang tidak bisa melihat jelas dari spion berteriak ke belakang.

”Apa yang tertulis di label pada kunci itu?”

Andalas dan Cecilia menjawab serentak.

”St. Moritz Castle!”

Akiko terbelalak sambil melihat ke monitor di dashboard. St. Moritz? Itu nama tempat yang diketikkan koordinatnya oleh Luigi tadi.

Bogor, 18 Mei 2020

* * *****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun