Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Debu Masa Lalu

11 Juli 2020   05:19 Diperbarui: 11 Juli 2020   05:15 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenangan masa lalu adalah serpihan waktu sampai matahari mengurainya menjadi debu berupa rindu. Namun dihidupkan kembali oleh pesan kesepian yang disampaikan oleh malam. Ketika hening menjadi raja diraja, dan lamunan adalah ruang-ruang kerajaannya.

Dari sekian banyak cara mengenang, temukan musik pengiring terbaik dari orkestra hujan. Kau akan merasakan sebuah kilas balik panjang. Entah itu berupa sayatan-sayatan tajam menyakitkan maupun irisan-irisan kecil yang menyenangkan.

Masa lalu memiliki dunianya sendiri. Hidup di dalam segmen kepala. Membentuk fragmen yang tak ada habisnya. Entah itu kemudian menjelma dalam bentuk drama, atau potongan besar ingatan yang dipasung lupa.

Jangan takut mengaku bahwa kau mempunyai kisah-kisah sendu masa lalu. Itu adalah bagian kecil dari stasiun, terminal, dan pelabuhan. Ketika kau memberangkatkan sekian banyak kerinduan. Namun hanya sedikit yang mengetuk pintu hatimu lalu berucap salam.

Bogor, 11 Juli 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun