Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pertanda Istimewa

28 Juni 2020   17:34 Diperbarui: 28 Juni 2020   17:28 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Merangkai mahkota
dari warna-warna senja
ketika sandyakala mendekat
di serambi langit saat orang-orang bermufakat
untuk saling mengingatkan
tentang tenggelamnya kegelapan
sebagai pertanda istimewa
bahwa malam mulai tiba

Angin semilir membawa semerbak wangi melati
untuk diedarkan pada sore hari
agar tertangkap penciuman
bagi mereka yang paham arti kerinduan
sebagai pertanda istimewa
bahwa cuaca belum membawa kabar pancaroba

Mendung tipis berlalu lalang
mengumpulkan kehendak hujan
di ceruk-ceruk kering yang terlupakan
saat kemaraunya hati pergi menjauh
karena mengira musim kesepian telah beranjak runtuh
menjadi pertanda istimewa
bahwa kerumitan sudah semakin sederhana

Suara-suara yang berasal dari senyuman
digiring masuk setiap halaman
agar bisa menumbuhkan segenap semai
untuk persembahan bagi usainya badai
menjadi pertanda istimewa
bahwa dunia pada akhirnya tetap baik-baik saja
setelah bumi dan langit berhasil menyembuhkan dirinya

Bogor, 28 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun