Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Semai Matahari di Sandyakalaning Bumi

16 Juni 2020   05:14 Diperbarui: 16 Juni 2020   05:33 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di akhir sebuah perang
antara keyakinan yang diragukan
dengan keraguan yang diyakinkan
kisah air dan api adalah hikayat
yang luput diperbincangkan
karena semua mulut terkunci
di kedalaman rasa sepi

Pada sebuah puputan
antara airmata dan darah
palagan yang membelasah
adalah panggung yang roboh
setelah diinjak-injak oleh kaki sejarah
sedangkan orang-orangnya
semua terluka
oleh hilangnya makna
maupun habisnya tinta

Kisah ini tidak berakhir dalam sunyi
karena diramaikan oleh badai yang berhenti
setelah sandyakalaning bumi
dihangatkan kembali
oleh semai-semai matahari

Bogor, 16 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun