Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Nyanyian Langit

2 Juni 2020   08:02 Diperbarui: 2 Juni 2020   08:01 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adalah orkestra tak berbayar namun tak pernah membuat telinga pengar. Nada-nada yang menguar, adalah kabar-kabar tentang hujan, angin malam, dan cemara yang terpapar. Oleh dinginnya kisah-kisah kabut dan cerita-cerita zaman yang terkadang dimaknai secara luput.

Banyak kawanan burung yang seharusnya tiba di belantara lalu tersesat di kota. Menemukan sarang yang hanya terbuat dari kaca. Di dalam menara yang membungkus dirinya dengan berbagai kecemasan. Terhadap timbunan rasa lelah, rutukan sumpah serapah, dan jiwa yang kehabisan marwah.

Sajak dan puisi menjumpai kosakata yang hanyut bersama kotoran di ruang-ruang sempit selokan. Mencari muaranya namun hanya menemukan kubangan. Yang digali dari kejaran masa silam dan kerumitan masa depan.

Nyanyian langit selalu bisa diaransemen ulang. Tergantung pada nada dan keinginan. Apakah secantik tenor Pavarotti, atau sesumbang suara reruntuhan sunyi.

Semua itu pilihan. Namun tidak memilih bukanlah sebuah pilihan yang disediakan.

Bogor, 2 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun