Adalah orkestra tak berbayar namun tak pernah membuat telinga pengar. Nada-nada yang menguar, adalah kabar-kabar tentang hujan, angin malam, dan cemara yang terpapar. Oleh dinginnya kisah-kisah kabut dan cerita-cerita zaman yang terkadang dimaknai secara luput.
Banyak kawanan burung yang seharusnya tiba di belantara lalu tersesat di kota. Menemukan sarang yang hanya terbuat dari kaca. Di dalam menara yang membungkus dirinya dengan berbagai kecemasan. Terhadap timbunan rasa lelah, rutukan sumpah serapah, dan jiwa yang kehabisan marwah.
Sajak dan puisi menjumpai kosakata yang hanyut bersama kotoran di ruang-ruang sempit selokan. Mencari muaranya namun hanya menemukan kubangan. Yang digali dari kejaran masa silam dan kerumitan masa depan.
Nyanyian langit selalu bisa diaransemen ulang. Tergantung pada nada dan keinginan. Apakah secantik tenor Pavarotti, atau sesumbang suara reruntuhan sunyi.
Semua itu pilihan. Namun tidak memilih bukanlah sebuah pilihan yang disediakan.
Bogor, 2 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H