Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Ramadan Berpamit Muka

20 Mei 2020   03:57 Diperbarui: 20 Mei 2020   03:57 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyalalah api!
Di dada yang sebeku tundra ini!
begitu jeritan seorang pengembara
kala terperangkap musim dingin
di suatu masa ketika angin memenjarakan ingin

Terbakarlah dinihari!
Di kesunyian kerajaan ini!
demikian teriakan seorang pengrajin mimpi
yang membawa khayalan beromantika
di tengah-tengah badai tak bermata

Bangkitkan matahari!
di kegelapan yang tenggelam hingga dasar hati!
terdengar geraman seorang penyintas
yang kehabisan batas jelas
antara lamunan dan lanunan
pada ketinggian malam yang merendah tak kelihatan

Tiga bait menyedihkan
bagi orang-orang yang kehilangan keramaian
saat percakapan demi percakapan
meniadakan vokal dan konsonan
hanya gumam-gumam yang lebam
di ujung pertigaan malam

Tiga bait menggembirakan
bagi orang-orang yang menemukan
api dinihari menyala seterang matahari
di dada dan hati mereka
ketika Ramadan berpamit muka
lalu pergi memunggungi sandyakala

Bogor, 20 Mei 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun