Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Negara In Absentia

5 Mei 2020   04:30 Diperbarui: 5 Mei 2020   04:30 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya ada yang salah jika aku menuliskan sebuah roman recehan ketika bumi sedang terlibat banyak kericuhan. Kisah cinta akan terlalu mengada-ada bila dibiarkan beredar di antara kabar-kabar duka yang berserakan di halaman koran dan portal berita.

Tapi bukankah setiap yang tersakiti selalu membutuhkan situasi jatuh hati agar tidak terus-terusan digerogoti dalamnya ceruk sunyi? Tidakkah kehampaan akan bermetamorfosa menjadi kegembiraan manakala jiwanya disentuh oleh romantisme cahaya bulan terhadap langit yang sendirian?

Seperti saat ini. Mungkin kau akan terperangah dan menemukan harta yang sangat mewah ketika sempat menengok langit basah. Hujan sedang menari-nari di hadapan calon purnama yang istimewa. Tariannya bukan tentang ritual bagaimana menghindarkan orang-orang dari wabah. Tapi justru adalah tarian cinta yang pernah diperlihatkan oleh Rahwana ketika memutuskan hatinya hanya untuk Dewi Shinta. Konon dahulu kala.

Bisa jadi. Kelucuan demi kelucuan adalah obat paling manjur bagi siapapun yang merasa dunianya hancur. Mungkin keinginan tertawa akan membuat kenyang orang-orang yang sedang berteduh di emperan karena tempat tinggalnya tak lagi ada, di saat rongga perutnya juga meradangkan lara. Barangkali komedi demi komedi akan mencerabut sekian banyak drama yang tersaji di ibukota saat seorang ibu yang sebatangkara lupa bagaimana cara meneteskan airmata ketika kota tertidur nyenyak sementara dirinya mengumpulkan satu dua bekas botol akua.

Fragmen yang terjadi memang kemudian diliput oleh televisi. Disajikan dengan cara manis para politisi. Untuk menelikung kecemasan ke dalam himpunan ketakutan. Sebab terbukti negara ternyata juga bisa berlaku In Absentia. Walaupun kepalanya sama sekali tak terbentur apa-apa untuk lalu menderita amnesia.

Bogor, 5 Mei 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun