Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Serum-Bab 30

2 Mei 2020   18:26 Diperbarui: 2 Mei 2020   18:27 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bab 29

British Airways
Doha-London

Kali ini hanya mereka bertiga yang ada di 1st class. Tidak ada penumpang tambahan di kabin ini. Andalas dan Akiko bersamaan menghela nafas lega. Kalaupun ada sebuah kejadian, atau kematian, tidak akan disaksikan orang. Akiko bahkan memberikan pesan khusus kepada pramugari bahwa mereka tidak mau diganggu dan tidak perlu pelayanan makanan dan minuman. Mereka akan meminta jika diperlukan.

Akiko mencoba mencetak ulang ingatannya terhadap beberapa orang yang diidentifikasi Andalas sebagai orang-orang berbahaya yang mungkin akan mengganggu mereka.

Pria sangat necis, wanita cantik umur tiga puluhan, pemuda bertopi dan berkacamata hitam, wanita dari kalangan jet set, pria paruh baya bermata sangat sipit, lelaki gondrong, dan 2 pramugari maskapai.

Akiko teringat ayahnya. Bagaimana semenjak kecil dia dididik dengan keras dan disiplin. Bagaimana ayahnya membiarkan mata kecilnya yang baru 10 tahun menyaksikan sebuah pembunuhan ala Yakuza. Bagaimana dia pernah diminta oleh ayahnya menemani seorang tokoh Yakuza tua yang kemudian tewas di depannya saat terjadi baku tembak dengan polisi ketika dia berusia 12 tahun. Lalu bagaimana dia tidak boleh berkedip saat seorang anggota Yakuza yang berkhianat menjadi informan Interpol dipotong satu persatu jari tangannya saat umurnya baru saja beranjak 15 tahun.

Akiko sama sekali tidak bergidik atau menangis saat itu. Semua dihadapinya dengan mata terbuka. Dia tahu ayahnya mendidik seperti itu dengan harapan dia masuk ke dunia Yakuza dan terbiasa menghadapi segala macam bentuk kekerasan. Hanya ada 1 hal yang ayahnya gagal. Akiko punya kekerasan hati yang luar biasa. Dia sama sekali tidak berkeinginan tercebur masuk di dunia ayahnya. Cita-citanya hanya satu. Menjadi seorang dokter dan menebus semua perbuatan ayahnya.

Sebagai anak seorang ketua Yakuza yang berpengaruh, tentu Akiko ikut menjadi sasaran bagi organisasi pesaing. Beberapa kali terjadi upaya penculikan terhadapnya. Semuanya gagal karena kemanapun Akiko pergi, selalu ada sekelompok pengawal tangguh di sekelilingnya.

Namun kejadian terakhir membuat ayah Akiko trauma. Akiko satu-satunya yang selamat dan semua pengawalnya tewas saat terjadi baku tembak di acara wisudanya sebagai dokter.

Ayah Akiko meminta agar anak perempuan satu-satunya itu pergi dari Tokyo atau bahkan Jepang. Dia tidak akan sanggup kehilangan Akiko. Apalagi bila kematiannya dengan cara Yakuza.

Akiko memang akhirnya pergi. Dia memutuskan bekerja di kapal pemburu paus. Akiko menyukai petualangan dan tingkat resikonya yang tinggi. Padahal bisa saja dia bekerja di rumah sakit terkenal di manapun di dunia ini. Selain karena pengaruh ayahnya, juga karena Akiko adalah lulusan terbaik kedua sebagai dokter umum dan lulusan terbaik pertama ketika mengambil spesialisasi Epidemiologi di Universitas Tokyo.

Perjalanan Akiko kurang lebih sama dengan Cecilia. Berasal dari keluarga yang sangat mapan namun memutuskan untuk terjun di dunia kerja yang cukup mengerikan bagi perempuan.

Kali ini perjalanan terbilang mulus. Tidak ada guncangan yang cukup berarti sepanjang rute ke London. Cuaca sangat bersahabat. Musim sudah mulai memasuki musim semi. Tidak banyak awan yang tumbuh di langit. Pesawat meluncur dengan mulus tanpa hambatan.

Formasi tempat duduk berubah. Cecilia duduk di kompartemen jendela. Akiko di sebelah kiri dan Andalas di belakangnya. Cecilia adalah orang paling penting di MB-BA-30. Otak brilian yang sedang mencoba mencegah terjadinya kematian massal dan mengerikan di dunia. Wanita itu harus dilindungi. Dengan cara apapun.

Suara gorden pemisah dibuka membuat Andalas berpaling dengan waspada. Seorang pramugari menawarkan apakah perlu diantarkan minuman atau makanan untuk mereka bertiga. Akiko menjawab minuman dingin saja dan 3 gelas kopi. Mereka perlu kafein untuk tetap menjaga konsentrasi. Sudah disepakati tadi bahwa Akiko dan Andalas akan bergantian tidur.

Tak berapa lama pramugari itu masuk dengan membawa pesanan mereka. 3 gelas kopi panas dan 1 botol minuman ringan dingin. Setelah meletakkan pesanan, pramugari itu buru-buru pergi lagi ke belakang.

Akiko mengrenyitkan keningnya. Ditepuknya lengan Cecilia yang sudah hendak menyeruput kopinya. Dia memberi isyarat Cecilia agar mengeluarkan poison detector. Cecilia paham. Diambilnya alat itu dari tasnya.

Cecilia memang sudah mempersiapkan semua perlengkapan sejak dari Pandora. Cathy ikut membantu menyiapkan. Patogen detector, metal detector, poison detector, serum antibisa, dan juga obat-obatan penting yang sangat krusial.

Cecilia mengambil sendok untuk mengambil sampel kopi lalu diteteskannya ke poison detector. Terdengar suara bip lirih. Cecilia memperlihatkan hasil deteksi di layar kepada Akiko dan Andalas.

Layar itu menunjukkan grafik kurva yang melonjak tinggi. Itu artinya minuman itu mengandung racun pada dosis yang sangat mematikan. Cecilia menekan tombol analisa. Layar menunjukkan proses loading. Beberapa detik kemudian layar memunculkan simbol senyawa kimia;  [Ar] 3d4s4p.

Arsenik. Akiko mendesis. Orang yang menghendaki nyawa mereka tidak main-main. Ini racun yang bisa membuat mereka tewas dalam tempo 2 jam saja. Dan racun itu belum ada obat penawarnya.

Pantas saja pramugari yang menghidangkan kepada mereka tadi tergesa-gesa pergi dan nampak sedikit ketakutan. Andalas perlahan-lahan mundur ke arah tirai pemisah. Lalu dengan kecepatan yang tidak diduga menggerakkan tangannya.

Menarik masuk ke dalam pramugari yang tadi menghidangkan minuman ini. Pramugari itu terlihat sangat pucat dan ketakutan. Bibirnya bergetar dan dari sudut matanya mulai mengalir cairan bening.

Akiko meletakkan jari di mulut pramugrari itu untuk menyuruhnya tenang. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga si pramugari.

"Katakan kepada orang yang menyuruhmu membawa minuman ini bahwa racunnya sudah bekerja. Kami bertiga sangat kesakitan dan pingsan."Akiko mencabut Kaikennya dan menempelkan ujungnya yang tajam ke leher si pramugari. Matanya mengancam. Pramugari itu mengangguk-angguk mengerti.

Andalas dan Akiko meminta Cecilia berbaring. Menyelimutinya hingga leher lalu mengoleskan maskara cukup banyak di bagian mata dan mulut. Cukup meyakinkan bagi penampakan orang yang sedang terkena Arsenik. Andalas dan Akiko melakukan hal yang sama pada diri mereka sendiri.

Terdengar langkah kaki beberapa orang. Tirai tersibak dan muncullah 3 orang pramugari pesawat. Paling belakang adalah pramugari yang diancam Akiko tadi. Kedua pramugari yang berada di depan masing-masing mengeluarkan pisau kecil yang sepertinya tidak terbuat dari metal namun nampak runcing dan tajam.

Hampir berbarengan mereka menggerakkan tangan ke bagian tubuh Andalas dan Akiko. Mereka mengincar urat nadi besar di leher. Rupanya perintah untuk memastikan kematian sasaran benar-benar dilaksanakan oleh mereka.

Dalam satu gerakan yang juga nyaris bersamaan, Andalas dan Akiko yang terbaring dengan wajah menghitam, menangkap tangan yang memegang pisau lalu dengan cekatan melompat berdiri dan membalik kedua lengan pramugari itu ke belakang punggung.

Terdengar rintih kesakitan dari mulut kedua pramugari itu. Sedikit saja gerakan, lengan mereka pasti patah.

Akiko melayangkan punggung tangannya ke leher salah satunya. Terdengar bunyi hekkk dan tubuh itu terguling pingsan. Andalas melakukan gerakan hampir serupa. Pramugari yang keduapun menggelosoh pingsan.

Pramugari yang ketiga hanya bisa terduduk sambil menutupi mukanya yang basah oleh air mata. Cecilia yang sudah bangkit dan menyaksikan semua, membimbing tangan pramugari itu dan berusaha menenangkannya.

Setelah cukup tenang, Cecilia berbisik agar pramugari itu kembali ke tempat tugasnya dan tidak menceritakan kepada siapapun mengenai kejadian ini. Pramugari yang masih shock itu hanya bisa mengangguk. Dia benar-benar ketakutan. Ini pertama kalinya seumur hidup bekerja sebagai pramugari dia mengalami peristiwa yang mengguncang jiwa.

Andalas mengambil tas dari kabin dan mengeluarkan tali kecil berwarna hitam. Sebuah tali yang punya kekuatan luar biasa dan hanya sedikit diketahui orang kecuali para climber yang berpengalaman.

Andalas mengikat satu persatu para pramugari itu sementara Akiko mengawasi dengan waspada. Kedua orang ini mudah diringkus sebenarnya lebih banyak karena unsur kejutan. Akiko sangat yakin kedua pramugari palsu itu punya kemampuan yang tinggi dan cukup tangguh.

Akiko mengambil chloroform dari tas dan mengoleskan ke bawah hidung para tawanan ini dengan dosis yang tidak mematikan namun cukup untuk membuat mereka tertidur hingga London. Mereka dibaringkan di kursi penumpang yang kosong.

Andalas berdiri menatap Akiko dan Cecilia sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Sang Eksekutor tak pernah berhenti berupaya dan benar-benar menginginkan kita mati."

Bogor, 17 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun