Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Sungai-sungai yang Membelah Kerumunan

6 April 2020   10:56 Diperbarui: 6 April 2020   11:15 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Siapa saja yang paham mengenai rindu lantas lupa bagaimana cara menyampaikan, maka ia serupa pagi yang tidak menyadari betapa lentiknya cahaya matahari di permukaan dedaunan.

Kapan pun seorang penyamun samudera dilanun oleh ayat-ayat sederhana tentang kebaikan, maka ia tak laiknya sepotong kegelapan yang terjatuh di bawah lilin yang dinyalakan.

Seperti apapun juga suara aliran sungai-sungai yang membelah kerumunan bebatuan lalu menghilang di sela-sela koridor yang mengelilingi pusat rasa sepi, di situlah letak sesungguhnya percakapan. Antara vokal yang berdesis liris. Dengan konsonan-konsonan beraroma romantis.

Air darimanapun datangnya. Apakah limpasan hujan, tetesan tempayan, maupun percikan airmata, memiliki arti yang kurang lebih sama. Yaitu berbagi hidup dengan cara sederhana. Karena tidak satupun selesai secara paripurna. Lantas kemudian menjadi sempurna.

Itu tak pernah ada. Dan tak akan pernah ada.

Bogor, 6 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun