Aku menyembunyikan puisi. Tentang cahaya matahari. Dari kegelapan yang hendak menghitamkannya. Malam ini juga.
Aku sendiri. Berusaha sekuatnya bersembunyi dari terkaman rasa sepi. Ketika kegaduhan memutuskan menaiki ujung langit. Berdiam di sana, untuk menyembunyikan rasa sakit.
Rembulan, termangu di pojokan. Menunggu. Kerinduan memanggilnya. Dari orang-orang yang sedang mendiamkan segala macam percakapan. Yang terlalu banyak kehilangan konsonan.
Hujan terakhir hari ini, mempersilahkan api. Mengambil alih kehangatan. Juga lampu-lampu jalanan, yang melenyap dalam kesenyapan. Di antara ketiadaan suara bedug dan tetabuhan.
Aku mencoba membaca sajak. Tentang rasa dingin yang terdampar. Di sela-sela angin yang enggan bergerak. Berteduh di bawah satu-satunya cemara. Di samping pokok kamboja yang kehabisan bunga.
Tapi suaraku hanya sampai di telingaku sendiri. Berbisik selembut kapas yang diterbangkan musim kering. Saat semua perihal menidurkan diri dalam hening.
Bogor, 5 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H