Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Dahulu Kala

3 April 2020   06:09 Diperbarui: 3 April 2020   06:47 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Dahulu sekali
kita pernah menganiaya sunyi
dengan mengabaikan banyak percakapan
lalu tenggelam begitu dalam
di bangunan frasa
sebeku puncak Chomolungma

Kita memutuskan, tidak melarikan diri
namun berjalan, saling memunggungi
tanpa berani, melambaikan tangan
karena itu berarti perpisahan
sedangkan kita, sedang merangkai pertemuan
di halte bus kota, yang belum ada
atau di stasiun kereta,
yang kita belum pernah duduk di peronnya

Penyesalan datang, selalu setelah badai
tidak pada saat, angin sedang melandai
karena kita diciptakan, begitu mulia
sehingga menjadi bodoh, tiada tara

Kita lantas, dipertemukan kembali
di tapal batas, tempat para penyintas
mencoba bertahan
dari sergapan
rasa dingin, pada musim kemarau
dan kegerahan, di musim penghujan

Dahulu kala
adalah masa-masa
ketika ingatan kembali berkuasa
di ruang-ruang benak
yang kehabisan kata-kata
karena percakapan
ternyata mudah saja menghilang
dilanun oleh waktu senggang
yang diciptakan secara sempurna
oleh pikiran yang terbata-bata

Bogor, 3 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun