Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Bintang-bintang, Kuncup Rembulan, dan Hilangnya Kunang-kunang

26 Maret 2020   01:50 Diperbarui: 26 Maret 2020   01:51 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com

Kisah-kisah terbaik, terdiri dari hikayat yang menyayat, dan epos yang bergembira, tentang hidup dan kematian, dimiliki tidak hanya oleh para bangsawan, seniman, maupun pahlawan. Namun juga dipunyai oleh para pejalan, orang-orang pinggiran, dan orang-orang dalam kerumunan.

Malam biasanya dihujani banyak pertanyaan. Entah atas ketiadaan bintang, menguncupnya pucuk rembulan, atau menghilangnya kunang-kunang.

1) Mungkin hanya karena mendung sedang melakukan pawai dan berencana menerbitkan badai. Bintang-bintang kemudian tenggelam di langit yang berwarna kusam. Atau bisa juga karena dari sekian banyak pasang mata. Nyaris semua mematikan indera. Cemas terhadap malam dan hujan. Atau kembali was-was pada kehadiran masa silam.

2) Rembulan adalah anak almanak yang patuh terhadap peredaran. Manakala belum saatnya purnama, ia akan memberi tanda tanpa lolongan serigala. Jika waktunya tiba, tak ada yang bisa menghentikannya. Kecuali bila tiba-tiba saja matahari mencabut segala amanatnya.

3) Kegelapan berdiri paling ujung di antara warna-warna yang ada. Mengantri paling belakang untuk memberi kesempatan kepada orang-orang agar tak terperangkap gemerlap dunia. Ia juga menyediakan mimpi. Supaya orang-orang tahu bahwa harapan itu tak pernah mati. Meski kenyataan berulang kali disakiti.

Sementara kisah-kisah buruk, dituliskan oleh sejarah yang merutuk dirinya sendiri. Dengan berbagai alasan yang kelak akan diketahui secara pasti.

Saat ini, itu semua masih menjadi rahasia. Sampai nanti suatu ketika, kebenaran akan kembali menunjukkan raut muka.

Bogor, 26 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun