Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kebaya, di Pangkuan Gunung-gunung dan Samudera

11 Maret 2020   10:31 Diperbarui: 11 Maret 2020   10:28 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: www.starjogja.com

Wanita-wanita berkebaya
adalah reinkarnasi, dari pagi
membelalakkan biji mata
hingga lupa
akan kehadiran matahari

Kebaya adalah zirah dari ketuk tilu, muang sangkal, dan serimpi
mengembarai setiap jengkal tanah, jawa dwipa
yang terpelanting dari pangkuan surga
menumbuhkan gunung-gunung tinggi
meraih langit, demi bisa melihat
apa saja yang membuat hati tercekat
menghampar samudera
di halaman depan
agar bisa merenangi masa silam
dari kejayaan para putri raja
yang bermain di taman istana
mengejar kupu-kupu
dan dikejar masa lalu

Atas nama kecantikan,
yang didandani oleh suara gamelan
para wanita berkebaya
mengusung musim hujan
di pelupuk matanya

Atas nama kegigihan,
para wanita berkebaya
berdansa dengan kemarau
di halaman surau
untuk memberikan peringatan
kepada kegelapan
bahwa tak perlu menjadi purnama
untuk membagikan cahaya

Jakarta, 11 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun