Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dinihari yang Monoton dengan Layar Monokrom

5 Maret 2020   00:39 Diperbarui: 5 Maret 2020   00:42 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Ini bukan lagi tentang aku
atau cerita tentangmu
tapi tentang kisah-kisah yang lama membatu
di antara artefak hujan yang tak lagi kusebut hujan
pada situs-situs senja yang enggan nian kunamakan senja

Kisahnya kemudian
melaju seperti kereta jarak jauh
yang kehilangan masinisnya
dan lupa di mana stasiun berhentinya
terus berjalan
seperti potongan paragraf panjang
dalam cerpen-cerpen percintaan

Kisah tentang dinihari
yang telah lama kehilangan penonton
dan hanya ditemani tubuh sunyi
terus saja bergulir secara monoton
dengan layar monokrom

Aku sendiri
adalah penonton yang tak pernah membeli tiket
barang selembarpun
selalu saja pergi
tidak untuk melarikan diri
tapi hanya bersembunyi
di tempat yang lebih gelap dari hitam
di sebuah ceruk yang dinamakan lebam

Aku mengaku
bahwa dalam kisah itu
aku adalah batu
yang tak bisa dihanyutkan waktu
nyaris selalu, gagu dan kelu

Jakarta, 5 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun