Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menyamak Rembulan

28 Februari 2020   22:51 Diperbarui: 28 Februari 2020   22:44 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Ini adalah pekerjaan sia-sia. Barangkali. Tapi aku melakukannya berulangkali.

Rembulan mati di wilayah langit yang semakin terjepit oleh pertarungan dinasti mendung hitam dan tebaran rasi bintang adalah perumpamaan yang tepat bagi seseorang yang kehilangan cahaya setelah memadamkan pelita di kamarnya. Secara sengaja.

Tidak ada yang lebih mengenaskan daripada mencoba menyamak cahaya rembulan untuk tempat merebahkan kepala ketika malam bahkan tak sedikitpun mau berbagi cara terbaik menyudahi sebuah rahasia.

Dari dua belas jam yang ada, aku mengambil seperempatnya untuk memandangi langit. Seperempatnya lagi aku pergunakan untuk menulisnya secara rumit. Dan sisanya aku biarkan menjadi kisah absurd. Hilang terbawa kabut.

Bagaimanapun, aku menyukainya. Tak ada yang lebih menyenangkan, daripada sebuah malam yang enggan menyerah pada kegelapan. Menghidupkan seribu cahaya lampu. Bahkan meski itu semua sekedar untuk menerangi masa lalu.

Bogor, 28 Februari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun