Sebenarnya, aku sudah mengambil keputusan. Untuk menyembunyikan hujan, senja, kopi, dan sepi sejauh-jauhnya dari buku-buku di perpustakaan.
Rak-rak almari di semua ruangan lantas dikuasai kemarau, jejak pagi, susu basi, dan keramaian yang dipenuhi basa-basi.
Meski, hujan sering membawaku berkeliling di wilayah romantis yang tak berpuan. Senja selalu mengajarkanku bagaimana cara menjadi lelaki yang membahayakan. Lalu kopi menyadur segala bentuk puisi ke dalam rupa-rupa tajam belati. Dan sepi begitu mudah mendorongku ke tepian ngarai yang kedalamannya hingga pusaran hati.
Namun, itu semua, tak sesulit menjerang matahari, menyeduh secangkir pagi, sambil menyesap habis teh pahit, di sebuah kegaduhan yang serta merta menimbulkan rasa sakit.
Mungkin, sudah saatnya aku pergi mengembarai ruang-ruang senggang yang kehilangan penghuninya. Di sana, barangkali masih tersisa kesempatan menjadi pialang kamus kosakata.
Setelah dibuka, halaman depannya menampilkan ilustrasi orang-orang kesepian yang menenggak kopi bercawan-cawan. Pada sebuah senja yang habis-habisan ditemaramkan hujan.
Jakarta, 27 Februari 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI