Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Ruang Tunggu Waktu

22 Februari 2020   23:09 Diperbarui: 22 Februari 2020   23:04 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Saat kabut menuruni lereng gunung
menuju daratan hutan
yang sedang melepas kepergian matahari
dengan melambaikan kedinginan
dari permukaan dedaunan,
pada suatu petang
ketika suara-suara malam
mulai kehilangan konsonan, 
maka orkestra dibuka 
dengan musik tiada duanya. 

Saat garis pantai meredup 
dan cakrawala memudar 
dengan sendirinya 
tanpa sedikitpun aba-aba, 
datanglah gelombang 
yang mendidihkan buih putih 
mencapai pesisir, lalu menyapa 
para nelayan yang melempar jala 
di bibir lautan, yang tak pernah 
kehabisan cinta. 

Lalu kota memadamkan hatinya
dengan menyalakan lampu
di ruang-ruang tunggu
menemani orang-orang yang hendak berangkat
menemui apa saja
yang bisa menjadikannya jatuh cinta,
maka waktu
telah menjalankan tugasnya
secara paripurna,
sebagaimana ia
mengubah replika bubu
menjadi kupu-kupu.

Bogor, 22 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun