Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Setangkai Hujan

22 Februari 2020   19:27 Diperbarui: 22 Februari 2020   19:27 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Tumbuh di mata para ibu, yang kehilangan
anak-anaknya,
berderet-deret airmata.
Pada hari ketika
satu demi satu,
tubuh-tubuh itu ditemukan
telah berhenti menggigil, setelah kedinginan
dipeluk sungai dan hujan.

Hari telah memilih
kapan saatnya berduka,
dengan memetik sekian kuntum bunga
yang mekar terlalu dini, di pemakaman
saat keranda diturunkan
dan doa-doa diterbangkan.
Menuju langit,
satu-satunya saksi yang menyaksikan,
saat Tuhan menjalankan takdirnya
bagi siapa saja.

Aku ikut berbela sungkawa
karena itu aku ingin,
menuliskan sajak yang melantunkan doa-doa
bagi mereka yang kembali ke surga
dan menunggu ibundanya di sana
dengan senyum selebar pagi
dan pelukan sehangat matahari

Bogor, 22 Februari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun