Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menyelamatkan Sepotong Lampu dan Jam Dinding

15 Februari 2020   23:09 Diperbarui: 15 Februari 2020   23:14 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Aku sedang membayangkan. Jika langit malam ini runtuh. Bersama bintang-bintang yang sedang padam di tubuhnya. Aku akan melarikan diri. Mencari lautan. Atau apa saja yang terlihat dalam. Untuk menyelam. Atau mungkin malah tenggelam.

Tentu aku akan menyelamatkan sepotong lampu dan jam dinding. Yang aku cari dari jalanan dan aku curi dari toko jam. Dalam ketidaktahuan nanti, aku tak mau kegelapan mengurungku, dan aku lalu juga tak punya waktu.

Atau bayanganku berubah. Langit tidak runtuh, namun kejoranya jatuh. Aku tidak punya lagi panduan. Kapan akan tiba fajar. Dan arah mana matahari akan menyingsingkan suar. Aku tetap melarikan diri. Mencoba terhindar dari sepi. Menuju kegaduhan. Mungkin tempat orang berjudi. Atau tempat-tempat yang biasanya ramai untuk bunuh diri.

Aku akan tetap membawa sepotong lampu dan jam dinding. Kali ini tidak aku curi dari siapa-siapa. Aku hanya akan mencopotnya di taman yang hanya terkadang didatangi orang, dan dari meja kerjaku yang jarang dikunjungi waktu senggang. Aku harus yakin aku tidak disergap oleh gelap. Dan aku tidak sedang berkutat di tempat yang waktunya hanya menunjukkan jam-jam pengap.

Pada saatnya nanti. Ketika semua lamunan memutuskan untuk berhenti. Aku menyadari diriku sedang termangu. Di halaman yang seterang matahari saat malam hari. Di depan sebuah toko jam yang berjualan banyak jam dinding namun semua pendulumnya telah mati.

Sementara di tanganku, aku masih memegangi sepotong lampu, dan jam dinding yang angka-angkanya mulai beku.

Bogor, 15 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun