Bila untuk menemuimu aku harus menutup celah purnama, sehingga tak ada setitikpun cahaya yang lolos menyusup ke permukaan belantara, lalu kau bisa leluasa melolongkan segala lara, untuk memberitahuku apa itu cinta, maka aku akan menutupnya!
Ini bukan malam ketika bulan menelanjangi dirinya demi sebuah pertunjukkan opera yang diperuntukkan bagi para serigala alfa. Ini adalah malam yang sangat sederhana. Namun penuh rahasia. Ketika suara-suara yang diperdengarkan adalah keriut engsel jendela yang nyaris terbuka, desis samar burung hantu menyambar udara, dan dengkur halus para pengembara yang kelelahan setelah seharian memulung sisa rencana.
Kau mesti tahu itu. Supaya kau bisa bersegera belajar cara-cara renjana memenuhi birahinya yang membatu. Sehingga kau tidak terperangkap dalam celah sempit di antara batu. Lalu kau mengerangkan amarah yang tak perlu!
Malam. Apakah itu bersama hujan, atau hanya sekedar berkelindan, adalah kumpulan partikel gelap yang mampu membuat pikiran menjadi pengap. Tapi sama sekali tidak gagap. Karena dari setiap cinta yang diluruhkannya kepada kebutaan, ditemukan banyak pesan melalui tatapan. Karena dari setiap kisah yang diceritakannya terhadap ketulian, didapati banyak hikayat lewat pendengaran.
Karena itu diamlah! Kita bisa bercakap-cakap tanpa harus banyak cakap. Kita bisa berbincang-bincang tanpa mesti saling bersulang. Atas nama pertengkaran jalang. Yang membuat kita lupa jalan pulang.
Pontianak, 5 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H