Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kegilaan, Romantisme, dan Kolase demi Kolase

4 Februari 2020   15:30 Diperbarui: 4 Februari 2020   15:29 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Suguhan pagi ini
adalah perbincangan langit dan angin
yang menjadi sufi
tentang mendung pekat
yang enggan bergerak
kemana mana
karena belum ada perintah
dari cuaca, yang berfilosofi
tak mau melahirkan hujan
jika belum sampai pada
utuhnya keinginan

Ada rindu
dipasung waktu
dalam sebuah episode
kegilaan dan romantisme
saat kolase demi kolase
disusun tak beraturan
seperti origami
yang berantakan

Pesawat landing dan terbang
di beberapa alamat yang tepat
seperti cita-cita tertinggi, seseorang
memikirkan cinta, lalu menjumpainya
bukan bersirobok mata
namun kemudian
saling memalingkan muka

Ada rindu
dipancung waktu
dalam sebuah orkestra
yang dihentikan paksa
pada tengah malam
ketika kegelapan
memutuskan diam
dan irama serta nada
digantikan riuh rendah
kedatangan hujan

Pontianak, 4 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun