Demi sebuah malam
ketika rembulan padam
dan langit nampak begitu gamang,
aku mengumpulkan potongan demi potongan
bintang yang sibuk berlaluan
sembari mengutip jam demi jam
di kota yang masih juga cemas
mengintip kecepatan waktu
yang membuatnya menua
sebelum sempat berjumpa
dengan kekasih yang dulu pernah
membuatnya meninggalkan desa,
Aku lalu,
menuliskan jejak-jejak samar
dari ceceran oli dan serpihan besi
saat hujan melelehi atap kereta
dan tiang listrik yang diselimuti karat
tapi coba ditutupinya
dengan kabut yang turun
setelah hujan memutuskan reda
tepat sebelum senja
memaku biji mata
Aku tidak tahu
harus menuliskan apa,
apakah petang yang terus mengulang
memetik kegelapan, ataukah
menulis tentang kamu
yang coba terus menggelapkan masa lalu?
Atau mungkin aku menulis saja
tentang lampu-lampu
yang mencoba sekerasnya
menerangi petang, sekaligus
menjadi cahaya sekedarnya
bagi masa silam
yang sedang mencari jalan pulang
Depok, 1 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H