Di ketinggian sekian ribu kaki. Ladang kapas tanpa batas, dipanen matahari.
Biru adalah sebuah kedalaman. Di saat wajah langit tak lagi pias. Dan cahaya terpantulkan dengan sempurna. Aku hanya bisa terdiam. Mencari gaya bahasa selugas apa, yang bisa aku tuang dalam kata, ketika pagi sungguh-sungguh beraut muka purna.
Barangkali memang langit sedang jatuh cinta. Atau mungkin hatiku sedang memilih untuk tak bercuaca.
Aku hanya ingin teringat hujan. Kemarin malam. Saat aku berdansa dengan kilas balik masa silam. Kau ada di sana, sebagai kenangan, dalam bentuk siluet yang mengancam; jadikan aku bagian masa depan, atau biarkan aku tenggelam dalam wilayah ingatanmu yang belum terpetakan.
Di ketinggian yang mulai menuruni undak-undakan. Ladang kapas mulai menghitam.
Mungkin nanti akan turun gerimis. Serupa tangis. Tergelincir satu persatu. Di saat langit memutuskan bahwa jatuh cinta itu ternyata harus bersiap menemui kelu.
Atau mungkin hatiku sedang memilih untuk mengeras bersama batu-batu.
Jakarta, 23 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H