Aku pernah mengira
kamu adalah matahari, yang tersesat
di wilayah rembulan,
hangat dan membuatku tertidur
lebih lelap daripada malam
Aku pernah menduga
kamu adalah fajar, yang terbakar
di perapian,
menumbuhkan bunga-bunga
lebih cepat dari tanah yang berduka
Aku pernah khawatir
kamu menjadi gerimis, yang menyimpan begitu banyak tangis
di sela-sela pagi,
ketika mimpi, memerangkap dirinya sendiri
dalam kenyataan, yang merantai badai
tak kunjung usai
Aku begitu cemas
kamu menjadi gelombang
di lautan yang sangat sunyi
lalu didamparkan kesepian
tanpa lagu-lagu,
atau tembang kenangan
Kemudian aku kembali tenang
setelah melihatmu melempar senyum
lebih lebar dari seringai anai-anai
ketika menemukan lampu
yang bukan berasal dari masa lalu
Dan aku menyapamu
dengan sebutan kupu-kupu
sebelum metamorfosa paling sempurna
membawamu kembali
pada cinta paling paripurna
Bogor, 11 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H