Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Frasa Hujan, Kopi, dan Senja Masih Menjadi Primadona

5 Januari 2020   23:56 Diperbarui: 6 Januari 2020   00:03 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Tidak perlu membuat studi besar-besaran terhadap sekian banyak tulisan yang mondar-mandir di Kompasiana. Tidak juga mesti menyebar kuesioner terhadap ribuan responden untuk mengetahui validitas datanya. Saya sepenuhnya yakin bahwa frasa Hujan, Kopi, dan Senja, masih menjadi primadona inspirasi para penulis terutama penulis puisi.

Apakah ini merupakan sesuatu yang buruk? Sama sekali tidak! Di belantara kepenulisan yang memberikan kemerdekaan di mana harus mencari inspirasi, tiga kata itu bisa digolongkan sebagai maharaja dan permaisuri.

Mengapa? Tentu jawabannya akan panjang tak terkira. Masing-masing penulis akan memberikan alasannya sendiri-sendiri. Namun jika secara umum ingin memberikan penjelasan, saya punya beberapa konsideran.

Hujan
Di antara sekian musim yang ada di dunia, barangkali hujan adalah musim paling terdepan untuk menjadi juaranya kata-kata. Saat hujan sedang berlangsung, anda membayangkan diri anda duduk di beranda sembari menyaksikan setiap rintiknya tercerai berai di tanah atau jalanan.

Kenangan akan bermunculan membabi buta karena suara hujan sendiri seolah instrumen hipnosis yang tak disadari merasuki celah-celah sempit pikiran yang lantas terjebak dalam lamunan. Nyaris sebagian besar lamunan berisi kenangan. Jarang sekali lamunan yang memimpikan masa depan. Kalaupun iya jumlahnya tak akan seberapa. Karena kita mudah sekali berkilas balik dibanding mereka-reka masa depan yang pelik. Anda tahu, kenangan adalah fragmen terunik untuk menciptakan kata-kata yang terbaik.

Hujan juga mudah membangkitkan rasa romantisme yang dalam. Mungkin karena hujan diturunkan dari langit yang masih banyak menyimpan rahasia. Sedangkan romantisme adalah sebuah rahasia yang menyenangkan bagi banyak orang. 

Suara hujan yang menimpa atap lalu membentuk genangan yang mengalir kemana-mana, adalah musik tak tercela yang tak mungkin bisa diaransemen oleh komponis kelas dunia sekalipun.

Berikutnya barangkali karena hujan adalah seolah utusan Tuhan. Tidak bermaksud untuk masuk ke ranah religi, tapi saya selalu berpikir hujan adalah salah satu kejadian biasa yang sesungguhnya jauh lebih hebat dibanding 7 keajaiban dunia. Coba anda bayangkan siklus terjadinya hujan. Itu seperti air kembali ke air. Sebuah reinkarnasi tak terputus yang tak bisa direkayasa oleh manusia.

Kopi
Minuman yang satu ini bukan sekedar penghangat tubuh di kala sepi. Aromanya yang khas saja telah menciptakan sebuah rima kata yang tiada tara. Di dalam secangkir kopi panas, tersedia siratan adrenalin yang tak terbatas. 

Saya tidak sedang berbicara tentang kandungan scientific atau unsur-unsur ilmiah pada kopi. Saya hanya ingin memberikan janji bahwa sesapan demi sesapan kopi akan menggerakkan urat syaraf dalam otak untuk bereaksi dalam kreasi.

Musim kopi berbunga yang sedemikian cantik beserta puncak keharumannya, bisa menjadi salah satu perkara yang dalam sekejap mampu membangkitkan inspirasi. Lautan putih dan wangi yang seringkali hanya bisa didapat dalam mimpi akan tersaji di hadapan anda jika anda menyempatkan waktu datang ke kebun kopi pada saat musimnya berbunga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun