Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Saatnya Almanak Berganti Raut Muka

28 Desember 2019   21:37 Diperbarui: 28 Desember 2019   21:35 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Almanak meruntuhkan angka demi angka, yang dilahirkan rahim rembulan, secara berkala, berikut dengan rencana, dan segenap kegagalannya. 

Di dalamnya, hari-hari mesti dilewati, terkadang melalui pagi yang bersedih, siang yang murung, dan malam yang cukup beruntung. Karena hujan yang berkunjung, membawa begitu banyak berita menyenangkan. Tentang aroma bunga, dipetik dari tangkai yang gembira. Oleh angin yang juga bersukacita.

Dunia sedang berdamai dengan badai. Kalaupun ada kekacauan, itu hanyalah di sudut-sudut ngarai. Tempat paling rahasia, ketika patah hati tidak ada dalam rencana, tapi ternyata ada, sebagai bagian dari siklus hati yang tercerai berai.

Almanak mengganti wajahnya yang cukup lelah. Dengan memberikan beberapa pengumuman bernada gelisah. Apabila pada angka-angka berikutnya, hari-hari selanjutnya, dan purnama setelahnya, ternyata masih banyak kecemasan, maka disarankan agar orang-orang ikut mengganti raut muka, dengan senyuman selebar samudera.

Niscaya, semestinya, dunia akan baik-baik saja. Kecuali jika memang kita masih punya banyak sisa tenaga. Untuk saling bertengkar, bertukar kabar makar, lalu mengambil keputusan-keputusan yang hingar-bingar. Pada setiap linimasa berbelati yang akhirnya jadi pandemi. Menimbulkan rasa sakit yang mencederai ulu hati. Sekaligus menciptakan kerusuhan, di hari yang telah begitu sepi.

Jadi, tahun boleh berganti. Tapi, almanak tetap akan jadi ibunda yang baik hati. Menyusui, merawat, dan membesarkan hingga dewasa, setiap dari kita yang sebagiannya lantas bertingkah durhaka. Menjadi sengkuni, duryudana, atau dorna.

Begitu durjana.
Bogor, 28 Desember 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun