Ini kisah tentang seorang perempuan
yang memelihara matahari dan rembulan
lalu menanamnya di pelataran rumah
sebagai penanda usia
sekaligus anak tangga untuk menaikinya
Perempuan itu menyiraminya bergantian. Menggunakan bercawan airmata dan bertempayan hujan. Juga mengelilinginya dengan musim yang tak pernah berubah, meski cuaca seringkali berulah.
Hangat akan selalu tersedia di pelukan saat sarapan. Berikut lambaian tangan yang teduh ketika terik tiba menggantang kepala. Lantas di kedatangan petang, beberapa buah senyuman sudah tersaji di meja makan.
Perempuan itu mendidihkan hari-hari yang kelewat dingin dengan memanaskan perapian yang mati dihela angin. Baginya, matahari tak boleh muram, dan rembulan jangan sampai padam. Keduanya adalah lintasan rasi. Yang mampu mendiamkan teriakan sunyi.
Perempuan itu menyudahi kisah
sembari mengelus sudut matanya yang basah
kelak mataharinya
tak perlu mengetuk pintu, jika hendak menerbitkan rindu
juga rembulannya
tak usah membawa purnama, apabila akan tertidur di pangkuannya
Bogor, 16 Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H