Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Narasi Puisi bagi Sandyakala

16 Desember 2019   10:35 Diperbarui: 16 Desember 2019   10:36 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

Pagi ini, puisi mengalir bersama angin dingin
di bulan Desember yang berangin
membawa jejak-jejak hujan
memasuki gerbang kota
bersama ribuan orang
turun dari kereta
dengan tatapan yang nyaris
seperti gerimis

Orang-orang itu adalah puisi
ditulis dari narasi harapan
tentang bagaimana memulai hari
dengan sangat menyenangkan
mungkin menjadikan senyuman
sebagai ritme kegilaan
atau pikiran-pikiran gila
disenyumi dengan cara istimewa

Kota itu sendiri adalah puisi
menjadikan dirinya
sebagai surga yang hiperbola
lalu berjanji sebanyak-banyaknya
dengan cara metafora
agar orang-orang yang sudah terlanjur menggilai senyuman
tertawa habis-habisan
untuk kemudian
kehilangan kewarasan

Sore hari juga menjadi puisi
berduyun-duyunlah syair memenuhi udara
menjelma menjadi sandyakala
yang tidak lagi menyerupai
wajah rusak Batara Kala
namun raut muka tampan, Sri Rama
tanpa diricuhi dengan
kisah cintanya dengan Dewi Shinta

Bogor, 16 Desember 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun